IFG Progress: Sektor Keuangan Non-Perbankan, Aspek Penting Pertumbuhan Ekonomi
Artikel terbaru dari lembaga riset industri jasa keuangan di Indonesia, IFG Progress, mengungkapkan pentingnya peran sektor keuangan non-perbankan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan, serta kondisi makroekonomi.
Kesimpulan tersebut diperoleh IFG Progress, setelah meneliti pengalaman sejumlah negara maju yang telah mencapai PDB per kapita antara 20-50 ribu dolar AS dengan rata-rata penetrasi sektor keuangan sekitar 460 persen dari PDB setiap negara.
Head of IFG Progress, Reza Siregar mengatakan, salah satu tantangan besar untuk mendukung ekonomi Indonesia menjadi bagian dari negara maju adalah faktor biaya demografi yang besar.
Indonesia diprediksi memasuki periode aging–population pada 2038.
“Studi kami menunjukkan sektor keuangan, baik perbankan dan non perbankan, memiliki peran fundamental dalam menghadapi tantangan demi mendukung ambisi Indonesia menjadi negara maju,” jelasnya.
Artikel IFG Progress berjudul “Sektor Keuangan: Kondisi Prasyarat Untuk Mendukung Indonesia Menjadi Negara Maju” menemukan fakta, bahwa meskipun sektor perbankan tetap dominan di negara-negara maju, sektor keuangan non-perbankan juga mengalami pertumbuhan aset yang pesat.
Berbeda dengan dominasi sektor perbankan yang sangat menonjol di Indonesia, sektor keuangan non perbankan di negara maju tumbuh menjadi sumber pendanaan yang kuat. Bahkan, lebih besar dari sektor perbankan.
Artikel ini juga menyoroti sektor asuransi yang telah menjadi salah satu investor besar di pasar keuangan.
Secara keseluruhan, perusahaan asuransi jiwa di Indonesia pada akhir 2020 mengalokasikan hingga 88 persen dari total aset investasinya pada instrumen pasar modal. Dengan mayoritas penempatan pada produk reksadana dan sekitar 6,8 persen dalam bentuk deposito di perbankan.
Pada waktu yang sama, investasi asuransi jiwa di Surat Berharga Negara (SBN) juga meningkat.
Peran penting lainnya dari sektor asuransi yang belum banyak diketahui publik adalah melindungi kredit sektor perbankan.
Di Indonesia, pada akhir 2019, total premi asuransi kredit perbankan mencapai Rp 13 trilliun.
Di sebagian besar negara maju seperti: Amerika, Australia dan banyak negara di Eropa serta Asia Timur, sektor asuransi berperan penting dalam menjaga stabilitas konsumsi rumah tangga dan investasi sektor swasta.
Mayoritas telah mengasuransikan berbagai macam risiko termasuk investasi bagi korporasi, kesehatan, edukasi dan aset individu.
Konsumsi rumah tangga dan investasi swasta di Indonesia sendiri mewakili 85-90 persen dari keseluruhan total PDB.
Selain asuransi, peran dana pensiun dan pasar modal juga sangat penting sebagai sumber pendanaan domestik yang besar.
Di negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia dan Singapura, dana pensiun menjadi sumber dana untuk strategi investasi jangka panjang. Baik di sektor riil maupun juga di keuangan.
Dana pensiun yang besar juga terbukti dapat menjaga stabilitas pasar utang (debt market) domestik, dan menjaga biaya pinjaman baik pemerintah maupun swasta.
Semakin besar dana pensiun, semakin kecil pula ketergantungan suatu perkonomian terhadap pendanaan luar negeri. Khususnya dalam bentuk portfolio investment, untuk pembiayaan fiskal dan investasi dalam negeri.
Reza memaparkan, di saat bank terus memainkan peran khusus dalam sistem keuangan, lembaga keuangan non-bank seperti sektor asuransi, dana pensiun, dan pasar modal tidak hanya memfasilitasi perbankan untuk memperhitungkan risiko investasi dan lainnya. Tetapi juga menyediakan fasilitas untuk mengurangi atau meminimalisir risiko kerugian dari aset yang mengalami penurunan nilai (hedging).
“Oleh karena itu, penetrasi sektor keuangan berbasis luas yang menyeimbangi peran perbankan dan non-perbankan, menjadi fitur penting dari pertumbuhan ekonomi,” pungkas Reza. [HES]
]]> .
Artikel terbaru dari lembaga riset industri jasa keuangan di Indonesia, IFG Progress, mengungkapkan pentingnya peran sektor keuangan non-perbankan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan, serta kondisi makroekonomi.
Kesimpulan tersebut diperoleh IFG Progress, setelah meneliti pengalaman sejumlah negara maju yang telah mencapai PDB per kapita antara 20-50 ribu dolar AS dengan rata-rata penetrasi sektor keuangan sekitar 460 persen dari PDB setiap negara.
Head of IFG Progress, Reza Siregar mengatakan, salah satu tantangan besar untuk mendukung ekonomi Indonesia menjadi bagian dari negara maju adalah faktor biaya demografi yang besar.
Indonesia diprediksi memasuki periode aging-population pada 2038.
“Studi kami menunjukkan sektor keuangan, baik perbankan dan non perbankan, memiliki peran fundamental dalam menghadapi tantangan demi mendukung ambisi Indonesia menjadi negara maju,” jelasnya.
Artikel IFG Progress berjudul “Sektor Keuangan: Kondisi Prasyarat Untuk Mendukung Indonesia Menjadi Negara Maju” menemukan fakta, bahwa meskipun sektor perbankan tetap dominan di negara-negara maju, sektor keuangan non-perbankan juga mengalami pertumbuhan aset yang pesat.
Berbeda dengan dominasi sektor perbankan yang sangat menonjol di Indonesia, sektor keuangan non perbankan di negara maju tumbuh menjadi sumber pendanaan yang kuat. Bahkan, lebih besar dari sektor perbankan.
Artikel ini juga menyoroti sektor asuransi yang telah menjadi salah satu investor besar di pasar keuangan.
Secara keseluruhan, perusahaan asuransi jiwa di Indonesia pada akhir 2020 mengalokasikan hingga 88 persen dari total aset investasinya pada instrumen pasar modal. Dengan mayoritas penempatan pada produk reksadana dan sekitar 6,8 persen dalam bentuk deposito di perbankan.
Pada waktu yang sama, investasi asuransi jiwa di Surat Berharga Negara (SBN) juga meningkat.
Peran penting lainnya dari sektor asuransi yang belum banyak diketahui publik adalah melindungi kredit sektor perbankan.
Di Indonesia, pada akhir 2019, total premi asuransi kredit perbankan mencapai Rp 13 trilliun.
Di sebagian besar negara maju seperti: Amerika, Australia dan banyak negara di Eropa serta Asia Timur, sektor asuransi berperan penting dalam menjaga stabilitas konsumsi rumah tangga dan investasi sektor swasta.
Mayoritas telah mengasuransikan berbagai macam risiko termasuk investasi bagi korporasi, kesehatan, edukasi dan aset individu.
Konsumsi rumah tangga dan investasi swasta di Indonesia sendiri mewakili 85-90 persen dari keseluruhan total PDB.
Selain asuransi, peran dana pensiun dan pasar modal juga sangat penting sebagai sumber pendanaan domestik yang besar.
Di negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia dan Singapura, dana pensiun menjadi sumber dana untuk strategi investasi jangka panjang. Baik di sektor riil maupun juga di keuangan.
Dana pensiun yang besar juga terbukti dapat menjaga stabilitas pasar utang (debt market) domestik, dan menjaga biaya pinjaman baik pemerintah maupun swasta.
Semakin besar dana pensiun, semakin kecil pula ketergantungan suatu perkonomian terhadap pendanaan luar negeri. Khususnya dalam bentuk portfolio investment, untuk pembiayaan fiskal dan investasi dalam negeri.
Reza memaparkan, di saat bank terus memainkan peran khusus dalam sistem keuangan, lembaga keuangan non-bank seperti sektor asuransi, dana pensiun, dan pasar modal tidak hanya memfasilitasi perbankan untuk memperhitungkan risiko investasi dan lainnya. Tetapi juga menyediakan fasilitas untuk mengurangi atau meminimalisir risiko kerugian dari aset yang mengalami penurunan nilai (hedging).
“Oleh karena itu, penetrasi sektor keuangan berbasis luas yang menyeimbangi peran perbankan dan non-perbankan, menjadi fitur penting dari pertumbuhan ekonomi,” pungkas Reza. [HES]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .