Vonis Pinangki Lebih Berat Dari Tuntutan Jaksa, Ini Alasannya…

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Vonis terhadap terdakwa kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 4 tahun penjara. Kenapa? 

Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto menilai tuntutan jaksa terhadap Pinangki terlalu rendah. “Majelis hakim menilai tuntutan terlalu rendah, sedangkan putusan kepada terdakwa dirasa layak adil dan tidak bertentangan dengan keadilan rasa masyarakat,” ujar Hakim Eko di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl. Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (8/2).

Dalam menjatuhkan vonis, banyak pertimbangan yang memberatkan Pinangki. Pertama, dia adalah seorang aparat penegak hukum dengan jabatan sebagai jaksa. Kedua, dia membantu Djoko Tjandra, terpidana kasus cessie bank bali sebesar Rp 94 miliar yang saat itu belum menjalani hukumannya.

Ketiga, Pinangki kerap menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Salah satunya, ‘King Maker’. Istilah ini muncul dalam komunikasi percakapan WhatsApp yang isinya telah dibenarkan Pinangki, pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Anggraeni Kolopaking, serta saksi Rahmat.

“Majelis Hakim telah berupaya menggali siapa sosok ‘King Maker’ tersebut dengan menanyakannya kepada Terdakwa (Pinangki) dan saksi Anita, namun tetap tidak terungkap di persidangan,” tutur hakim Eko.

Pertimbangan keempat, perbuatan Pinangki tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian, kelima, Pinangki berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya. Terakhir, keenam, Pinangki menikmati hasil kejahatannya.

Sedangkan hal yang meringankan, Pinangki berlaku sopan selama persidangan, memiliki anak berusia 4 tahun, dan belum pernah dihukum. Majelis hakim juga menyebut Pinangki sudah biasa mengurus perkara di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA).

Ini terbukti dari percakapan antara Pinangki dengan Anita di aplikasi WhatsApp pada 26 November 2019 yang dibeberkan majelis hakim dalam persidangan.

Percakapan itu berisi pengurusan grasi eks gubernur Riau Annas Maamun, terpidana kasus korupsi terkait alih fungsi lahan di Provinsi Riau. Annas sendiri sudah bebas sejak 21 September 2020.

“Percakapan ini membuktikan selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerjasama dengan saksi dari Anita Kolopaking, khususnya terkait institusi Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung Republik Indonesia,” ungkap hakim Eko. [OKT]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *