Terima Mukti Fajar Cs, Bamsoet Dorong KY Terus Tingkatkan Integritas Hakim
Ketua MPR Bambang Soesatyo menekankan pentingnya bagi Komisi Yudisial (KY) memanfaatkan ‘big data’ untuk membuat bank data profil para hakim. Hal tersebut mempermudah KY dalam menyeleksi para hakim yang akan diajukan sebagai calon hakim agung. Melalui ‘big data’, rekam jejak yang berisi integritas dan kapasitas para hakim bisa dengan mudah diketahui.
“KY merupakan salah satu garda terdepan yang memastikan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dilaksanakan dengan baik oleh penyelenggara negara, khususnya di dunia kehakiman. Karenanya, KY harus mengajukan calon hakim agung yang berkualitas, guna memastikan tidak terjadi moral hazard dalam sistem penegakan hukum,” ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, usai menerima komisioner Komisi Yudisial periode 2020-2025, di Ruang Kerja Ketua MPR, di Jakarta, Senin (8/2/21).
Turut hadir secara fisik para Wakil Ketua MPR antara lain Jazilul Fawaid, Syarief Hasan, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Sementara, Zulkifli Hasan dan Hidayat Nur Wahid hadir secara virtual.
Dari komisioner KY, yang hadir antara lain, Ketua Prof Mukti Fajar Nur Dewata, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah, Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Djoko Sasmito, Ketua Bidang Sumber Daya Manusia Binziad Kadafi, serta Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Amzulian Rifai.
Ketua DPR ke-20 ini mengungkapkan, saat ini terdapat 45 hakim agung. Sesuai amanah Pasal 4 ayat 3 UU Nomor 5/2004 tentang Mahkamah Agung, jumlah hakim agung paling banyak mencapai 60 orang. Sesuai amanat Pasal 24B ayat (1) UUD NRI 1945, KY memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung.
“Dengan demikian, KY masih perlu menyeleksi para hakim untuk mengisi sekitar 15 posisi Hakim Agung yang masih kosong. Pekerjaan yang tak mudah, mengingat KY juga dihadapkan pada keterbatasan anggaran, sekitar Rp 109,4 miliar di tahun anggaran 2021. Sekitar 75 persennya diperuntukkan bagi gaji dan operasional kepegawaian. Sementara kegiatan rekrutmen hakim hanya bisa dialokasikan sekitar Rp 1,7 miliar, padahal kebutuhan idealnya mencapai Rp 2,6 miliar,” ungkap Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, UUD NRI 1945 juga memberikan kewenangan kepada KY untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Secara legal formal, teknisnya diatur dalam UU Nomor 18/2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22/2004 tentang Komisi Yudisial.
“Walaupun dihadapi dengan keterbatasan anggaran, KY harus tetap membuktikan dirinya bisa bekerja dengan baik. Salah satunya dengan meningkatkan integritas hakim yang ditunjukan melalui peningkatan indeks integritas hakim. Setelah sebelumnya hanya mencapai skor 5,9 pada tahun 2015, skor 6,15 di tahun 2016, skor 6,15 di tahun 2017, skor 6,17 di tahun 2018 dan skor 6,59 di tahun 2019,” pungkas Bamsoet. [USU]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .