PTPN VIII Bakal Tertibkan Bangunan Di Kawasan Gunung Mas
PTPN VIII (Persero) menegaskan akan menyelamatkan aset-aset negara termasuk lahan berstatus hak guna usaha (HGU), salah satunya Kawasan Gunung Mas yang masih produktif untuk dikelola guna memberikan kontribusi yang optimal kepada negara.
Perseroan juga menegaskan tidak menjual-belikan lahan HGU kawasan Gunung Mas dan meminta semua pihak-pihak yang menggunakan lahan perkebunan tanpa izin segera menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN VIII sebagai pemilik yang sah.
Begitu kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII, Naning Diah Trisnowati dalam keterangan tertulisnya, kepada RM.id, Selasa (9/2).
Dia menjelaskan, PTPN VIII merupakan salah satu anak perusahaan Holding Perkebunan Nusantara III (Persero) yang bergerak di bidang usaha Agroindustri. Perseroan diberikan amanah untuk mengelola lahan seluas 113.958,34 Ha dan sumber daya perkebunan lainnya.
Adapun komoditas yang diusahakan meliputi Sawit, Teh dan Karet. Komoditas tersebut tersebar di 13 Kabupaten dan 1 Kota serta berada di 2 Provinsi (Jawa Barat dan Banten). PTPN VIII mengelola 22 unit Kebun Teh, 12 unit Kebun Karet, 10 unit Kebun Sawit, dan unit Industri Hilir Teh dan unit Agrowisata.
Menurut Naning, PTPN VIII memeroleh HGU atas tanah Perkebunan Gunung Mas seluas 1.623,1869 Ha, terletak di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 56/HGU/BPN/2004- A-3 tentang Pemberian HGU atas tanah terletak di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat tertanggal 6 September 2004 dan Sertipikat HGU Nomor 266 s.d 300 tanggal 4 Juli 2008. Namun, lahan seluas sekitar 291 ha diokupasi pihak lain.
“Sebagai Pemegang HGU, PTPN VIII berkewajiban untuk menyelesaikan penguasaan/penggarapan masyarakat atas tanah tanpa ijin menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelas Naning.
Naning mengatakan, lokasi Perkebunan Gunung Mas sangat strategis. Kondisi alamnya yang sejuk dan tanahnya yang subur menjadi daya tarik pemodal untuk berinvestasi dalam bidang pariwisata dan memiliki lahan tersebut.
Kondisi ini, menurutnya, dimanfaatkan oleh para biyong (makelar) tanah, karena para pemilik vila tersebut membeli tanah dari perantara dengan alasan status tanah merupakan eks atau bekas lahan perkebunan dan sertifikatnya dapat diurus menjadi Hak Guna Usaha (HGU), bahkan Sertipikat Hak Milik.
Untuk itulah, perlu dilakukan upaya pengamanan aset lahan perkebunan tersebut, PTPN VIII akan menguasai kembali seluruh lahan perkebunan Gunung Mas yang telah dikuasai pihak lain. Apalagi, pihaknya tidak pernah menerbitkan izin hak garap untuk semua lahan perkebunan Gunung Mas di Kecamatan Megamendung dan Cisarua.
Menurutnya, perseroan telah melakukan inventarisasi dan pendataan terhadap pemakaian lahan- lahan perkebunan tanpa izin, bukan hanya di Perkebunan Gunung Mas dikarenakan penggunaan lahan tanpa izin merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau penadahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No.51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP serta UU Perkebunan.
Inventasi asset ini dilakukan sebagai bagian dari strategi transformasi bisnis, di mana PTPN VIII akan mengoptimalkan seluruh aset lahan yang dimilikinya. Termasuk di Kawasan Gunung Mas untuk mengembangkan dan melakukan konservasi lahan teh dan agrowisata.
Ia menjelaskan, strategi pengembangnan bisnis yang berwawasan lingkungan atau disebut “STRATEGI 3 ECO” kebun Gunung Mas PTPN VIII terdiri dari Eco Komoditas, Eco Wisata dan Eco Village. Strategi yang dikhususkan untuk konservasi lahan adalah Reboisasi melalui pengembangan Agroforestri melalui program penanaman pohon kayu di areal lahan kritis dan areal potensi bencana untuk mengembangkan sistem proteksi/penghalang buatan; serta Relokasi dengan menata ulang area permukiman dan wisata di sekitar Area Kampung Blok C, Rawa Dulang dan sekitarnya berbasis pertimbangan geomorfologis dan daya dukung lahan.
Dengan banyaknya penguasaan lahan tanpa izin yang digunakan untuk bangunan permanen akan berdampak pada kerusakan alam. Untuk senantiasa melakukan langkah-langkah pengamanan dan penyelamatan aset BUMN, antara lain dengan melakukan proses sertifikasi, optimalisasi penggunaan lahan, dan penyelesaian aset-aset bermasalah baik melalui jalur hukum maupun pendekatan persuasif sesuai koridor hukum.
Menurut Naning, manajemen PTPN VIII sejak awal telah mengedepankan pendekatan secara persuasif dan solusi damai dengan melakukan dialog yang melibatkan pemangku kepentingan unsur musyawarah pimpinan daerah (Muspida) dan tokoh masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa lahan. “Langkah ini dinilai dapat mencegah konflik yang berkepanjangan yang dapat merugikan semua pihak,” katanya.
Ia juga berharap, dukungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan pemangku kepentingan lainnya agar bersama-sama turut menertibkan bangunan-bangunan yang berdiri di atas lahan PTPN VIII di Perkebunan Gunung Mas karena disinyalir tidak mempunyai alas hak, tidak berijin atau tidak sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) setempat.
“Kami berharap dikemudian hari tidak ada lagi alih fungsi lahan berupa lahan garapan maupun bangunan-bangunan liar yang tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di areal strategis yang menjadi daerah resapan air,” tuturnya. [DIT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .