Pilkada 2024, Pandai Ingatkan Peristiwa Pemilu 2019

Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai) yang dipimpin Farhat Abbas ikut menolak revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pilkada 2024.

Ia menilai, revisi dan Pilkada 2024 berisiko besar bagi bangsa dan negara. Stabilitas keamanan bisa terganggu jika Pilkada 2024 dilakukan.

“Pilkada serentak akan berdampak negatif bagi proses politik pemilu nasional. Setidaknya, akan menimbulkan problem kualitas, sehingga tujuan utama pemilu nasional tidak tidak tercapai dengan baik,” kata Ketua Umum Pandai, Farhat Abbas Minggu (7/2).  

Menurutnya, langkah itu harus dicegah dan kaji kembali agar tidak menjadi preseden buruk bagi Pemilu. Karena itu, Ia meminta DPR untuk mencegah adanya opsi revisi dan Pilkada 2024. Ia khawatir, jika dipaksakan sangat mungkin jumlah korban akan jauh lebih besar dibanding pemilu nasional 2019.

“Tragedi Pemilu 2019 harus menjadi pertimbangan kemanusiaan untuk menolak revisi dan Pilkada 2024. Ratusan Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara ( KPPS) meninggal dunia akibat kelelahan,” ujar Farhat  mengingatkan kejadian buruk di Pemilu 2019 lalu. 

Selain itu, lanjut Farhat, Pilkada 2024 juga berdampak buruk bagi roda pemerintahan. Sebab, banyak daerah bakal dipimpin oleh penjabat atau pelaksana tugas (Plt) dalam waktu lama.

Seperti, tugas gubernur yang berakhir pada 2022 meliputi Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat. Sedangkan tahun 2023 ada 17 provinsi yang gubernurnya akan berakhir masa jabatannya, antara lain Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku, serta Papua. 

“Satu hal yang perlu digaris-bawahi, kewenangan Plt tidak boleh mengambil kebijakan strategis. Hal ini akan berdampak pada roda pemerintahan daerah nantinya dan mengganggu pemulihan ekonomi di masa pandemi,” jelasnya.

Karena itu, keluarga besar Pandai mengajak lembaga DPR dan DPD untuk menjunjung tinggi kemanusiaan,  kedepankan keselamatan dan kedamaian negeri ini dari pada harus mengartikulasikan politik distruktif. 

“Inilah spirit Pancasila yang harus dibumikan, sekaligus amanat konstitusi. Karena itu, upaya revisi UU Pemilu yang menekankan Pilkada serentak 2024 bukan hanya perlu ditinjau kembali, tapi memang harus dicegah. Karena risiko nyawa dan konfliktualitasnya cukup besar. Inilah konsekuensi logis jika pilkada serentak 2024 dipaksakan,” tegas Farhat.[FIK]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *