Pendapatan Lesu Selama Pandemi Pebisnis Hotel Dan Resto Minta Keringanan Pajak

Pengusaha hotel dan restoran berharap pemerintah memberikan insentif pajak seperti penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Keringanan itu diperlukan untuk mencegah usaha di sektor itu gulung tikar.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, industri wisata sangat terpuruk selama Pandemi Covid-19. Pelaku usaha memerlukan dukungan pemerintah.

“Kami minta agar pemerintah membantu meringankan beban-beban ekonomi beban biaya yang dapat menyebabkan industri kolaps,” kata Sutrisno Iwantono, dalam keterangannya, kemarin.

Sutrisno menjelaskan, hotel dan restoran merupakan sub-sektor pariwisata yang paling terpuruk akibat Pandemi Covid-19. Dan, diprediksi pulih paling belakang dibanding sektor lain.

Dia menyebutkan, pada tahun 2019, di Jakarta terdapat total 991 hotel. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 397 merupakan hotel berbintang, sementara 594 lainnya hotel non-bintang. Untuk jumlah restoran, jauh lebih banyak hingga belasan dan bahkan puluhan ribu.

“Rata-rata tingkat hunian hotel di Jakarta justru menurun selama lima tahun terakhir, sekitar 56 persen dari sebelumnya 70 persen,” ungkapnya.

Sejak pandemi Covid-19, lanjutnya, banyak hotel dan restoran yang beroperasi jauh di bawah 25 persen. “Inilah beban yang berat bagi industri perhotelan, khususnya di Jakarta,”ungkapnya.

Sutrisno meminta, pemerintah mengambil langkah untuk meringankan industri hotel dari berbagai pungutan pajak. Karena, kondisi pandemi berbeda dengan kondisi normal pada umumnya.

“Pajak itu, pajak PB1, Pajak Korporasi, PBB, Pajak reklame, Pajak Air Tanah, Biaya listrik, pungutan tenaga kerja dan pungutan- pungutan lain agar diringankan,” pinta Sutrisno.

Sutrisno juga meminta, restoran yang telah menerapkan protokol kesehatan diberikan pengecualian dalam rangka jam operasional dan kapasitas pengunjung. Sehingga, mereka bisa buka sampai pukul 21.00 WIB dengan kapasitas duduk makan menjadi 50 persen.

“Jangan membuat kebijakan yang sama rata. Sejumlah tempat usaha seperti restoran dan hotel telah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Mohon pelonggaran bagi pelaku usaha yang sudah dengan sangat ketat ini,” pintanya.

Sekretaris Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta, Anthony Winza Prabowo juga mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengkaji pemberian insentif untuk pengusaha hotel, restoran, dan mall. Menurutnya, usaha tiga sektor itu mengalami tekanan cukup berat selama pandemi.

“Dari hari ke hari, semakin banyak restoran dan toko yang tutup di mall. Tingkat hunian hotel juga berkurang drastis,” katanya.

Anthony menuturkan, tiga sektor ini paling banyak menyerap tenaga kerja. Dia mencatat ada sekitar 80 mall dengan 2 ribu karyawan di ibukota. Jumlah itu, belum termasuk karyawan hotel, restoran, rumah makan, dan kafe di luar mall.

Anggota Komisi C Bidang Keuangan ini mengatakan, untuk membantu pelaku usaha itu, Pemprov DKI bisa memberi keringanan atau pengurangan pajak dan retribusi. Atau memberikan skema mencicil untuk menjaga arus kas tetap lancar.

 

“Pemprov DKI juga bisa memberikan bantuan langsung untuk para karyawannya seperti BPJS Kesehatan, Kartu Jakarta Pintar (KJP), hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT),” ucapnya.

Tolak Lockdown

Sutrisno menegaskan, pihaknya menolak kebijakan lockdown akhir pekan. Karena, kebijakan itu dapat menambah banyak usaha perhotelan dan restoran, bangkrut.

Dia mengungkapkan, PHRI sudah melakukan pertemuan untuk membahas terkait wacana lockdown pada Kamis (4/2).

Dalam pertemuan tersebut, Sutrisno menceritakan, pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam PHRI berpendapat rencana lockdown, mendadak. Dan, kebijakan itu akan semakin memberatkan pelaku usaha.

“Sebelum mengeluarkan kebijakan tentang lockdown Akhir Pekan ini, hendaknya Pemda DKI Jakarta mengadakan dialog dengan pihak yang terlibat seperti para Pelaku Usaha,” tulis Sutrisno.

Menurutnya, hotel dan restoran saat ini sudah berada di dalam situasi yang sangat terpuruk. Belakangan ini, sudah mulai banyak reservasi untuk acara-acara pertemuan dan pernikahan dalam skala kecil di hotel dan restoran. Jika lockdown diberlakukan, reservasi akan dibatalkan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, Pemprov tidak mempunya rencana penerapan lockdown pada akhir pekan.

“Itu adalah wacana yang berkembang di masyarakat dan media, tapi kami tidak dalam posisi mempertimbangkan, apalagi menetapkan bahwa akan ada lockdown di akhir pekan,” tegas Gubernur Anies, dalam konferensi pers virtual.

Dia menambahkan, saat ini Pemprov DKI Jakarta masih menjalankan skema Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti arahan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari Pemerintah Pusat.

Rencananya, kebijakan ini akan kembali diperpanjang. Sekaligus, memastikan implementasi di lapangan berjalan dengan baik dan tertib, bukan hanya pada dua hari atau waktu tertentu saja.

“Semua harus tertib setiap saat, bukan hanya di akhir pekan, dan bukan hanya di malam hari. Virusnya menyebar terus tanpa mengenal waktu,” tambahnya. Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta akan terus bekerja keras meningkatkan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment)

Anies menjelaskan, berkaca pada penularan Covid-19 sebelumnya, lonjakan kasus pasien positif terjadi selesai akhir pekan panjang. Kasus selalu naik dalam waktu 1 hingga 2 minggu sesudahnya. Terlebih, pada Minggu depan, yang memasuki akhir pekan panjang perayaan Imlek.

“Saya imbau, kita semua jangan bepergian ke luar kota, tahan diri untuk tidak mengunjungi tempat-tempat keramaian, dan sebisanya di rumah saja bila tidak ada keperluan esensial,” pungkasnya. [FAQ]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *