Apresiasi Respons Istana Demokrat Tegaskan Tidak Melawan Negara
Partai Demokrat menghargai keputusan Presiden Joko Widodo yang memilih tidak menjawab surat Ketua Umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), terkait dugaan upaya kudeta, yang menyeret nama Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya menegaskan, partainya tidak bermaksud melawan Negara. Karena pihanyaknya pun bagian dari negara. “Kami akan tetap mencintai dan menghormati negara,” ungkap Teuku dalam keterangan dalam rekaman video yang diterima Rakyat Merdeka, tadi malam.
Pernyataan ini berkaitan penjelasan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak berkenanmenjawab surat AHY. Argumentasinya, Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPKPD) ini dianggap sebagai permasalahan internal partai.
“Berkenaan tidak dijawabnya surat Ketum AHY, tentu sepenuhnya menjadi hak dan kewenangan Presiden Jokowi,” sebutnya.
Politisi berusia 48 tahun ini menyebutkan, agar tidak menjadi salah pengertian, Partai Demokrat tidak pernah menuduh para pejabat pemerintahan terlibat dalam GPKPD tersebut. Ada pun yang menyebut nama-nama para pejabat pemerintahan itu berasal dari Moeldoko. “Para pelaku gerakan yang lain, sesuai kesaksian para kader yang diajak bertemu mereka,” terang Riefky.
Melalui surat tertanggal 1 Februari 2021 itu, katanya, Ketum AHY menyampaikan keyakinannya, Presiden Jokowi, sejumlah menteri dan pejabat setingkat menteri yang disebut-sebut Moeldoko atau pelaku GPKPD lainnya, tidak mengetahui adanya gerakan ini.
“Ketum AHY juga menyampaikan, pejabat-pejabat itu sangat mungkin dicatut namanya dan bahkan sebuah pembusukan politik,” terangnya.
Justru, menurut Riefky, Partai Demokrat tetap menghormati Presiden Jokowi dan para menterinya. Klarifikasi ini bertujuan, agar para pejabat yang terhormat itu tidak mendapatkan fitnah apapun.
Dalam kesempatan ini, dia menyatakan rasa terima kasih kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Prof Mahfud MD, dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Prof Yasonna
Laoly, yang memberikan klarifikasi tidak tahu menahu terkait GPKPD tersebut. “Ini membuktikan keyakinan kami, tidak benar jika para pejabat negara tersebut terlibat dalam gerakan ini,” ungkapnya.
Meskipun, lanjut Riefky, dengan tiadanya penjelasan Presiden Jokowi, tentu masih ada teka-teki yang tersimpan dalam pikiran masyarakat. Namun, Partai Demokrat tetap menghormati keputusan dan pilihan Presiden Jokowi tersebut. “Kami tetap berkeyakinan, Presiden Jokowi maupun pejabat negara yang namanya disebut-sebut, benar-benar tidak mengetahui adanya GPKPD, apalagi terlibat,” paparnya.
Namun, menyangkut alasan pemerintah, bahwa GPKPD tersebut adalah hanya permasalahan internal Partai Demokrat semata, ditegaskan, Partai Demokrat memiliki pandangan yang berbeda.
Faktanya, berdasarkan klaim Partai Demokrat, terduga GPKPD bukan hanya segelintir kader dan eks kader partai. Tetapi, benar-benar melibatkan pihak eksternal. Dalam hal ini, paling tidak Moeldoko.
“Fakta juga menunjukkan,yang dilakukan saudara Moeldoko bukan hanya sekadar mendukung GPKPD tersebut. Tapi yang bersangkutanlah yang secara aktif dan akan mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat yang sah itu,” katanya.
“Jadi sangat jelas, GPKPD bukan hanya gerakan internal partai, atau hanya permasalahan internal partai semata,” tambahnya.
Riefky menegaskan, di kasus GPKPD ini, tidak mungkin segelintir kader dan eks kader Demokrat tersebut berani dan sangat yakin gerakannya akan sukses, jika tidak ada keterlibatan orang kuat dan dukungan dana yang besar untuk melakukan gerakan itu.
“Di samping, mendengar langsung apa yang dijanjikan dan akan dilakukan Moeldoko jika kelak menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, menurut kesaksian sejumlah kader yang merasa dijebak, juga telah dibagikan dana awal sekitar 25 persen. Sisanya, akan diberikan jika KLB selesai dilaksanakan, dan saudara Moeldoko telah menjadi pemimpin baru,” sebutnya.
Atas fakta-fakta yang dihimpun,Riefky menyebut, ini adalah pembuktian, upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat oleh pihak luar itu nyata, dan serius.
“Karena uang sudah mulai digelontorkan dan saudara Moeldoko sudah aktif melakukan pertemuan-pertemuan serta telah berbicara secara langsung dengan sejumlah kader Demokrat, baik pusat maupun daerah, yang diajak bertemu dengannya,” tudingnya.
Meski begitu, Riefky bersyukur, karena telah diberikan tuntunan untuk segera bertindak, guna menyelamatkan kedaulatan dan kehormatan partai. Jika AHY tidak cepat mengambil tindakan dan segera tampil menjelaskan kepada publik, meskipun dengan tetap menghormati Presiden Jokowi sebagai kepala negara, maka nasib, kelangsungan hidup, dan masa depan Partai Demokrat, bisa menjadi lain.
“Betapa sedihnya keluarga besar Partai Demokrat, jika upaya GPKPD ini benar-benar dilaksanakan, dan akhirnya menobatkan saudara Moeldoko menjadi Ketum yang baru, merebut dari tangan Ketua Umum hasil kongres yang sah dan demokratis,” katanya.
Apabila KLB illegal tetap diselenggarakan, dipastikan tidak sesuai Konstitusi Partai (AD dan ARTART), tidak mendapatkan persetujuan Majelis Tinggi Partai, dihadiri oleh mereka yang bukan pemegang suara yang sah. “Namun kemudian hasilnya dianggap sah dan segera disahkan oleh Kemenkumham, atau diresmikan oleh negara, tamatlah riwayat Partai Demokrat yang asli,” jelasnya.
Pun, jika KLB illegal itu terjadi, nasib Partai Demokrat akan malang, karena terjadi dua kepengurusan. Kemudian dua-duanya dianggap tidak sah oleh negara. Jika skenario buruk itu terjadi, Partai Demokrat tentu tak lagi bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2024 dan Pilkada mendatang.
Karenanya, demi nasib dan masa depan jutaan kader Demokrat, menghadapi GPKPD ini, partai ingin berjuang baik-baik, agar kedaulatan dan kelangsunganhidup Partai Demokrat tetap terjaga.
Pihaknya pun mengapresiasi para kader Partai Demokrat yang telah melakukan deteksi dini dan lapor cepat kepada Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat. Ini membuktikan, Partai Demokrat solid dan terlahir sebagai partai ideologis. [BSH/REN]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .