23 Triliun, Bisa Untuk Lockdown
Benar-benar tidak habis pikir. Nyaris tidak ada “sektor” yang luput. Setelah Bansos untuk rakyat miskin, asuransi Jiwasraya, BPJS untuk pekerja, sekarang ada kasus ASABRI.
Nilainya fantastis: 23,73 triliun rupiah. Tepatnya 23 triliun, 739 miliar, 936 juta, 916 ribu, 742,58 sen. Seperti disampaikan Kejaksaan Agung yang mengusut megaskandal ini, nilai tersebut baru hitungan sementara. Bagi rakyat, jangankan 23 triliun, membayangkan koma tujuh tiganya (,73) saja sudah sangat besar: 739 miliar sekian.
Wajar kalau banyak pihak yang mendesak supaya kasus Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ini diusut tuntas. Sampai ke akar-akarnya. Tegas. Tanpa pandang bulu. Siapa pun.
Seperti judul berita di halaman depan Rakyat Merdeka Rabu (3/2): “Gede Nih, Tikusnya…”. Apakah ada “tikus gede” dalam kasus besar ini? Inilah yang perlu diusut tuntas. Istilah “tikus gede” dikutip dari pernyataan seorang anggota DPR yang menyoroti kasus ini.
Sekarang rakyat menunggu, langkah apa yang akan diambil DPR terhadap megaskandal ini. Apakah hanya sekadar wacana, atau ada langkah konkret yang efektif.
Kalau dibandingkan kasus-kasus besar lainnya, dalam kasus Jiwasraya dan ASABRI, DPR sepertinya agak adem-ayem. Biasanya DPR bersemangat sekali. Ada Pansusnya. Padahal nilainya di bawah ASABRI. Kasus bank Century misalnya, nilainya Rp 7,45 triliun. Atau, kasus e-KTP, Rp 2,3 triliun. Kasus ASABRI, 10 kali lipatnya. Kasus Jiwasraya juga besar, Rp 16,81 triliun.
Wajar kalau rakyat sangat berharap, Pemerintah, DPR serta Kejaksaan Agung yang menangani perkara ini, serius dan tegas. Tidak “masuk angin”.
Pensiunan TNI, Polri serta PNS Kemenhan dan Polri yang terkait dengan ASABRI, yang sangat berharap dan menggantungkan hari tuanya kepada yayasan tersebut, jangan sampai dirugikan.
Kerugian negara Rp 23,73 triliun itu, misalnya, kalau diberikan sebagai “pesangon” kepada 237.000 orang pensiunan, masing-masing bisa memperoleh Rp 100 juta.
Dana tersebut bisa digunakan untuk uang muka rumah atau keperluan lainnya. Atau, pemerintah bisa langsung membangunkan perumahan. Bisa ratusan ribu rumah. Meski dilanda masalah, kita mengapresiasi Menko Polhukam Mahfud MD yang memastikan bahwa hak anggota TNI-Polri, aman. Aset para tersangka, yang tersebar sampai ke luar negeri, juga akan disita.
Rakyat sangat berharap, bahwa pemberantasan korupsi, bukan hanya kasus ini, benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu. Karena, korupsi, antara lain, mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Apalagi di masa sulit seperti sekarang.
Gerakan Nasional Wakaf Uang yang diluncurkan pemerintah misalnya, sudah sangat baik. Tapi, di sebagian kalangan masih ada kekhawatiran bahwa dana tersebut tidak dimanfaatkan dengan semestinya. Bisa melenceng ke mana-mana.
Distrust ini akan hilang kalau pemberantasan korupsi dilakukan dengan tegas, mendasar, menyeluruh, didukung semua pihak, sistemik dan berintegritas. Selain rakyat diuntungkan, pemerintah juga leluasa menggunakan anggaran.
Dengan dana Rp 23,73 triliun, untuk lockdown total Jakarta, misalnya, “hanya” butuh Rp 7,7 triliun. Itu untuk 14 hari. Itu sesuai data yang disampaikan pemerintah, bahwa untuk lockdown Jakarta dibutuhkan dana Rp 550 miliar sehari. Kalau Jabodetabek, tiga kali lipatnya.
Dengan dana Rp 23,73 triliun, Jabodetabek pun bisa di-lockdown. 14 hari. Tapi itu April 2020. Sepuluh bulan lalu.(*)
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .